I. PENDAHULUAN
A.
Definisi Akuntansi Internasional
Akuntansi
Internasional adalah akuntansi untuk transaksi internasional, perbandingan
prinsip akuntansi antarnegara yang berbeda dan harmonisasi berbagai standar
akuntansi dalam bidang kewenangan pajak, auditing dan bidang akuntansi lainnya.
Akuntansi harus berkembang agar mampu memberikan informasi yang diperlukan
dalam pengambilan keputusan di perusahaan pada setiap perubahan lingkungan
bisnis.
Berikut ini
karakteristik era ekonomi global:
1.Bisnis internasional
2.Hilangnya batasan-batasan antar Negara era ekonomi global
sering sulit untuk mengindentifikasi Negara asal suatu produk atau perusahaan,
hal ini terjadi pada perusahaan multinasional
3.Ketergantungan pada perdagangan internasional.
Tujuan Akuntansi Internasional
- Mengidentifikasi sejarah perkembangan akuntansi
internasional
- Memperkenalkan berbagai perbedaan nasional dalam sistem
akuntansi di dunia
- Meringkas evolusi bisnis sampai zaman modern
- Membahas pentingnya dimensi akuntansi dalam bisnis global
dan topik-topik penting yang membentuk akuntansi internasional
Akuntansi internasional meliputi dua aspek bahasan utama yaitu deskripsi, pembandingan akuntansi, dan dimensi akuntansi atas transaksi internasional. Pada aspek yang pertama, akuntansi internasional membahas gambaran standar akuntansi dan praktek akuntansi pada berbagai negara serta membandingkan standar dan praktek tersebut pada masing-masing negara yang dibahas. Selain itu, aspek akuntansi internasional juga membahas mengenai pelaporan keuangan, valuta asing, perpajakan, audit internasional serta manajemen untuk bisnis internasional.
Akuntansi Internasional juga termasuk akuntansi yang bertujuan umum yang berorientasi nasional, dalam arti luas untuk
* Analisa komparatif internasional
* Pengukuran dari isu-isu pelaporan akuntansinya yang unik
bagi transaksi-transaksi bisnis mulitnasional
* Kebutuhan akuntansi bagi pasar-pasar keuangan internasional
* Harmonisasi keragaman pelaporan keuangan melalui aktivitas-aktivitas
politik, organisasi, profesi dan pembuatan standar
Akuntansi Internasional pada khususnya mencakup bidang akuntansi keuangan dan pelaporan, akuntansi manajemen, auditing, perpajakan dan upaya-upaya harmonisasi akuntansi yang sedang dilakukan.
B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Seperti halnya dunia bisnis pada
umumnya, praktik-praktik akuntansi beserta pengungkapan informasi finansial di
perusahaan di berbagai negara dipengaruhi oleh berbagai faktor. Radebaugh dan
Gray (1997:47) menyebutkan sedikitnya ada empat belas faktor yang mempengaruhi
sistem akuntansi perusahaan. Faktor-faktor tersebut adalah sifat kepemilikan
perusahaan, aktivitas usaha, sumber pendanaan dan pasar modal, sistem
perpajakan, eksistensi dan pentingnya profesi akuntan, pendidikan dan riset
akuntansi, sistem politik, iklim sosial, tingkat pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan, tingkat inflasi, sistem perundang-undangan, dan aturan-aturan
akuntansi. Lebih rinci, Radebaugh dan Gray menjelaskan hubungan antara
faktor-faktor tersebut di atas dengan sistem akuntansi perusahaan sebagai
berikut.
- Sifat kepemilikan perusahaan
Kebutuhan akan pengungkapan
informasi dan pertanggungjawaban kepada publik lebih besar ditemui pada
perusahaan-perusahaan yang dimiliki publik dibandingkan dengan pada perusahaan
keluarga.
2.
Aktivitas usaha
Sistem akuntansi dipengaruhi oleh
jenis aktivitas usaha, misalnya agribisnis yang berbeda dengan manufaktur, atau
perusahaan kecil yang berbeda dengan perusahaan multinasional.
3.
Sumber pendanaan
Kebutuhan akan pengungkapan
informasi dan pertanggungjawaban kepada publik lebih besar ditemui pada
perusahaan-perusahaan yang mendapatkan sumber pendanaan dari para pemegang
saham eksternal dibandingkan dengan pada perusahaan dengan sumber pendanaan
dari perbankan atau dari dana keluarga.
4.
Sistem perpajakan
Negara-negara seperti Perancis dan
Jerman menggunakan laporan keuangan perusahaan sebagai dasar penentuan utang
pajak penghasilan, sedangkan negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris
menggunakan laporan keuangan yang telah disesuaikan dengan aturan perpajakan
sebagai dasar penentuan utang pajak dan disampaikan terpisah dengan laporan
keuangan untuk pemegang saham.
5.
Eksistensi dan pentingnya profesi akuntan
Profesi akuntan yang lebih maju di
negara-negara maju juga membuat system akuntansi yang dipakai lebih maju
dibandingkan dengan di negara-negara yang masih menerapkan sistem akuntansi
yang sentralistik dan seragam.
6.
Pendidikan dan riset akuntansi
Pendidikan dan riset akuntansi yang
baik kurang dijalankan di negara-negara yang sedang berkembang. Pengembangan
profesi juga dipengaruhi oleh pendidikan dan riset akuntansi yang bermutu.
7. Sistem
politik
Sistem politik yang dijalankan oleh
suatu negara sangat berpengaruh pada sistem akuntansi yang dibuat untuk
menggambarkan filosofi dan tujuan politik di negara tersebut, seperti halnya pilihan
atas perencanaan terpusat (central planning) atau
swastanisasi (private enterprises).
8. Iklim
sosial
Iklim sosial diartikan sebagai sikap
atas penghargaan terhadap hak-hak pekerja dan kepedulian terhadap lingkungan
hidup. Informasi yang berkaitan dengan hal-hal tersebut pada umumnya
dipengaruhi atas sistem sosial tersebut.
9. Tingkat
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
Perubahan struktur perekonomian dari
agraris ke manufaktur akan menampilkan sisi lain dari sistem akuntansi, antara
lain dengan mulai diperhitungkannya depresiasi mesin. Industri jasa juga
memunculkan pertimbangan atas pencatatan aktiva tak berwujud seperti
merek, goodwill dan sumber daya manusia.
10. Tingkat
inflasi
Timbulnya hyperinflation di
beberapa negara di kawasan Amerika Selatan membuat adanya pemikiran untuk
menggunakan pendekatan lain sebagai alternatif dari pendekatan historical
cost.
11. Sistem
perundang-undangan
Di negara-negara seperti Perancis
dan Jerman yang menggunakan civil codes, aturan-aturan akuntansi
yang dipakai cenderung rinci dan komprehensif, berbeda dengan Amerika Serikat
dan Inggris yang menggunakancommon law.
12.
Aturan-aturan akuntansi
Standar dan aturan akuntansi yang
ditetapkan di negara tertentu tentunya tidak sepenuhnya sama dengan negara
lain. Peran profesi akuntan dalam menentukan standar dan aturan akuntansi lebih
banyak ditemukan di negara-negara yangtelah memasukkan aturan-aturan
profesional dalam aturan-aturan perusahaan, seperti di Inggris dan Amerika
Serikat. Sementara itu Christopher Nobes dan Robert Parker (1995:11)menjelaskan
adanya tujuh faktor yang menyebabkan perbedaan penting yang berskala
internasional dalam perkembangan sistem dan praktik akuntansi. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah (1) sistem hukum, (2) pemilik dana, (3) pengaruh
system perpajakan, dan (4) kemantapan profesi akuntan. (5) inflasi, (6) teori
akuntansi dan (7) accidents of history .
C.
Sejarah Perkembangan Akuntansi Internasional
Bersamaan dengan berkembangnya kesadaran
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan akuntansi, terdapat pula
kenyataan bentuk-bentuk akuntansi yang berbeda pada tiap negara. Berbagai
bentuk akuntansi tersebut tentu saja dapat diklasifikasikan berdasarkan
perbedaan dan persamaan yang dimiliki. Klasifikasi akuntansi dan sistem
pelaporan perlu dilakukan untuk melakukan deskripsi, analisa dan prediksi
terhadap perkembangan sistem akuntansi. Tujuannya adalah untuk dapat membantu
mengetahui sejauh mana suatu sistem mempunyai persamaan dan perbedaan.
Bentuk-bentuk perkembangan sistem akuntansi suatu negara dibandingkan dengan
yang lain serta kemungkinannya untuk berubah, dan alasan mengapa suatu sistem
mempunyai pengaruh dominan dibandingkan dengan yang lain. Selain itu
pengklasifikasian tersebut seharusnya juga dapat membantu pengambilan keputusan
untuk menilai prospek dan problem dalam masalah harmonisasi internasional.
D.
Konvergensi Akuntansi Internasional
Konvergensi standar akuntansi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu,
harmonisasi (membuat standar sendiri yang tidak berkonflik dengan IFRS),
adaptasi (membuat standar sendiri yang disesuaikan dengan IFRS), atau adopsi
(mengambil langsung dari IFRS). Indonesia memilih untuk melakukan adopsi. Namun
bukan adopsi penuh, mengingat adanya perbedaan sifat bisnis dan regulasi di
Indonesia. Oleh karena itu, saat ini Standar Akuntansi Keuangan milik Indonesia
sebagian besar sudah sama dengan IFRS.
Indonesia
melakukan konvergensi IFRS ini karena Indonesia (diwakili Presiden SBY) sudah
memiliki komitmen dalam kesepakatan negara-negara G-20. Tujuan dari kesepakatan
tersebut adalah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam
pelaporan keuangan. Selain itu, konvergensi IFRS ini memiliki manfaat lain
seperti meningkatkan arus investasi global melalui keterbandingan laporan
keuangan (saat ini sekitar 120 negara sudah berkomitmen untuk melakukan
konvergensi dengan IFRS). Konvergensi ini seharusnya dicapai Indonesia pada
tahun 2008 lalu, namun karena beberapa hal, DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan)
berkomitmen bahwa konvergensi akan dicapai pada 1 Januari 2012. Kegagalan
Indonesia untuk mencapai konvergensi pada tahun 2008 ini harus dibayar dengan
masih tingginya tingkat suku bunga kredit untuk Indonesia yang ditetapkan oleh
World Bank. Hal ini dikarenakan World Bank menganggap investasi di Indonesia
masih berisiko karena penyajian laporan keuangan masih menggunakan Standar
Akuntansi buatan Indonesia (belum IFRS).
SAK yang
dikonvergensikan dengan IFRS ini diterapkan pada entitas-entitas yang memiliki
fungsi fidusia (memegang kepentingan orang banyak) atau disebut juga dengan
berakuntabilitas publik. Contoh entitas yang memiliki fungsi fidusia adalah
entitas perbankan, BUMN, dan entitas yang menjual saham di pasar modal.
Komponen utama dari SAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
yang diadopsi dari International Accounting Standard (IAS) dan International
Financial Reporting Standard (IFRS), dan Intepretasi atas Standar Akuntansi
Keuangan (ISAK) yang diadopsi dari SIC (Standard Intepretation Committee) dan
IFRIC (International Financial Reporting Intepretation Committee). Hal ini
berarti bahwa IFRSs terdiri dari IAS, IFRS, SIC, dan IFRIC. Perbedaannya, IAS
dibuat oleh International Accounting Standards Committee (IASC) organisasi pendahulu
IASB yang berdiri pada tahun 1973. IASC ini kemudian direstrukturisasi menjadi
IASB pada tahun 1999. Pada tahun 2001, IASC menjadi foundation (IASCF)
yang mendanai IASB. Sejak saat itu, IASB meneruskan tugas dari IASC. Untuk
membedakan produk buatan IASC dan IASB, standar-standar yang selanjutnya dibuat
oleh IASB dinamai dengan IFRS. SIC dibuat oleh Standards Intepretation
Committee, suatu komite khusus yang berfungsi membuat intepretasi dari IAS
yang principle based. Intepretasi ini sifatnya menjelaskan lebih
lanjut mengenai hal-hal yang lebih detail. IFRIC dibuat oleh International
Financial Reporting Intepretation Committee, suatu komite khusus yang berfungsi
membuat intepretasi dari IFRS.
Entitas
yang tidak memiliki fungsi fidusia atau entitas yang memiliki fungsi fidusia
namun diijinkan regulatornya (sebagai contoh adalah BPR), menggunakan SAK ETAP
(Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik). Hal ini
berdasarkan pertimbangan biaya manfaat dalam penyajian laporan keuangan, yang
mana biaya penyajian laporan keuangan jangan sampai terlalu besar sehingga
tidak sesuai dengan manfaatnya. Untuk entitas tanpa akuntabilitas publik,
kebanyakan manfaat laporan keuangan adalah untuk pemilik. Dalam hal ini,
penerapan persyaratan SAK (yang konvergen dengan IFRS) untuk entitas tanpa
akuntabilitas publik akan menghabiskan banyak biaya yang tidak akan sebanding
dengan manfaatnya. Seperti misalnya pengukuran dengan nilai wajar, atau
persyaratan pengungkapan informasi yang cukup banyak. Pengaturan dalam SAK ETAP
berdasarkan pada prinsip pervasif. Dalam prinsip ini, Kerangka Dasar Penyajian
dan Pelaporan Keuangan (KDPPLK) yang dalam SAK bukan merupakan bagian dari
standar, dijadikan bagian dari standar ETAP yang memiliki kekuatan mengatur. Selain
itu, SAK ETAP masih menggunakan konsep biaya historis (historical cost).
Contoh entitas tanpa akuntabilitas publik adalah UMKM dan perusahaan privat.
Indonesia
yang mayoritas penduduknya adalah muslim, saat ini sudah memiliki banyak
produk-produk keuangan syariah. Dalam hal ini, entitas-entitas yang melakukan
transaksi syariah, harus melaporkan transaksi syariah tersebut menggunakan
Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK Syariah). Oleh karena itu, saat ini di
Indonesia bisa jadi satu entitas yang berakuntabilitas publik (sebagai contoh
perbankan) akan melaporkan transaksi konvensionalnya menggunakan SAK dan
melaporkan transaksi syariahnya menggunakan SAK Syariah.
Di dunia
ini, selain entitas bisnis terdapat juga entitas non-bisnis yang melakukan
kegiatan tanpa berorientasi laba. Entitas non-bisnis ini biasa juga disebut
sebagai entitas sektor publik (public sector entity) yang terbagi
menjadi pemerintahan dan organsiasi non pemerintahan (non governmental
organisation). Secara internasional, akuntansi untuk entitas sektor publik
diatur oleh International Public Sector Accounting Standards Board (IPSASB)
dengan produknya yang disebut dengan IPSAS. IPSAS ini diterapkan untuk entitas
sektor publik seperti misalnya pemerintahan, lembaga sosial kemasyarakatan, yayasan,
dan partai politik. Di Indonesia, pengaturan untuk sektor publik dipisahkan.
Entitas pemerintahan menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang
disusun oleh komite standar akuntansi pemerintahan, sedangkan entitas nirlaba
menggunakan PSAK 45: Pelaproan Keuangan Organisasi Nirlaba. Sementara ini PSAK
45 masih menjadi bagian SAK. Di masa depan, PSAK 45 ini akan dipisahkan menjadi
standar akuntansi tersendiri mengingat perbedaan tujuan entitas, tujuan
pelaporan, dan rerangka konseptual.
Di dunia internasional, IFRS telah diadopsi oleh banyak negara, termasuk
negara-negara Uni Eropa, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Australia. Di
kawasan Asia, Hong Kong, Filipina dan Singapura pun telah mengadopsinya.
Sejak 2008, diperkirakan sekitar 80 negara mengharuskan perusahaan yang telah
terdaftar dalam bursa efek global menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan
mempresentasikan laporan keuangannya.
Dalam
konteks Indonesia, konvergensi IFRS dengan Pedoman Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin daya saing
nasional. Perubahan tata cara pelaporan keuangan dari Generally
Accepted Accounting Principles (GAAP), PSAK, atau lainnya ke IFRS
berdampak sangat luas. IFRS akan menjadi “kompetensi wajib-baru� bagi akuntan publik, penilai (appraiser),
akuntan manajemen, regulator dan akuntan pendidik. Mampukah para pekerja accountingmenghadapi
perubahan yang secara terus-menerus akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
pasar global terhadap informasi keuangan? Bagaimanakah persiapan Indonesia untuk
IFRS ini?
Sejak
2004, profesi akuntan di Indonesia telah melakukan harmonisasi antara
PSAK/Indonesian GAAP dan IFRS. Konvergensi IFRS diharapkan akan
tercapai pada 2012. Walaupun IFRS masih belum diterapkan secara penuh saat ini,
persiapan dan kesiapan untuk menyambutnya akan memberikan daya saing tersendiri
untuk entitas bisnis di Indonesia.
Dengan
kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal,
perusahaan Indonesiaakan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger
dan akuisisi (M&A), lintasnegara. Tercatat sejumlah akuisisi lintasnegara
telah terjadi di Indonesia, misalnya akuisisi Philip Morris terhadap Sampoerna
(Mei 2005), akuisisi Khazanah Bank terhadap Bank Lippo dan Bank Niaga (Agustus
2005), ataupun UOB terhadap Buana (Juli 2005). Sebagaimana yang dikatakan
Thomas Friedman, “The World is Flat”, aktivitas M&A
lintasnegara bukanlah hal yang tidak lazim. Karena IFRS dimaksudkan sebagai
standar akuntansi tunggal global, kesiapan industri akuntansi Indonesia untuk
mengadopsi IFRS akan menjadi daya saing di tingkat global. Inilah keuntungan
dari mengadopsi IFRS.
Bagi
pelaku bisnis pada umumnya, pertanyaan dan tantangan tradisionalnya: apakah
implementasi IFRS membutuhkan biaya yang besar? Belum apa-apa, beberapa pihak
sudah mengeluhkan besarnya investasi di bidang sistem informasi dan teknologi
informasi yang harus dipikul perusahaan untuk mengikuti persyaratan yang
diharuskan. Jawaban untuk pertanyaan ini adalah jelas, adopsi IFRS membutuhkan
biaya, energi dan waktu yang tidak ringan, tetapi biaya untuk tidak
mengadopsinya akan jauh lebih signifikan. Komitmen manajemen perusahaan
Indonesia untuk mengadopsi IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya
saing perusahaan Indonesia di masa depan.
Pustaka :
Konvergensi dan harmonisasi untuk
adopsi IFRS daya saing di masa depan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar